Selasa, 31 Maret 2009

Perlukah Ujian Nasional?


Setiap tahunnya pemerintah menyelenggarakan Ujian Nasional (UN), setiap tahun pula program tersebut selalu menuai pro-kontra. Kelompok yang pro berpendapat bahwa UN dapat membuat siswa menjadi lebih giat belajar, guru lebih giat mengajar, dan orang tua lebih peduli terhadap pendidikan anaknya. 
Sementara itu kelompok yang kontra menganggap UN bukan satu-satunya penentu kelulusan, melainkan sebagai bagian dari evaluasi nasional pendidikan untuk melihat sampai di mana kinerja sistem pendidikan nasional kita. Kalau ditarik benang merahnya, memang antara kelompok yang pro maupun yang kontra memiliki pemikiran yang sama, yakni ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Hanya saja, cara pandang mereka yang berbeda.
Standar kelulusan UN pada tahun ini adalah nilai rata-rata minimal 5,50 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan, dengan nilai minimal 4,00 untuk paling banyak dua mata pelajaran, dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya. Khusus untuk SMK, nilai mata pelajaran kompetensi keahlian kejuruan minimal 7,00 dan digunakan untuk menghitung rata-rata UN. 
Dalam hal ini, pemerintah daerah (pemda) dan satuan pendidikan dapat menetapkan batas kelulusan di atas nilai standar kelulusan. Sementara untuk Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN), kriteria kelulusannya ditetapkan oleh masing-masing sekolah. 
UN untuk SMA dan MA (Madrasah Aliyah) Mata pelajaran yang diujikan untuk jurusan IPA adalah Bahasa Indonesia, Biologi, Bahasa Inggris, Matematika, Fisika dan Kimia. Untuk jurusan IPS meliputi Bahasa Indonesia, Sosiologi, Bahasa Inggris, Matematika, Geografi dan Ekonomi. 
Mata pelajaran yang diujikan untuk jurusan bahasa meliputi Bahasa Indonesia, Sejarah Budaya/Antropologi, Bahasa Inggris, Matematika, Sastra Indonesia dan Bahasa asing. Untuk Madrasah Aliyah meliputi Bahasa Indonesia, Ilmu Kalam, Bahasa Inggris, Matematika, Ilmu Hadis dan Ilmu Tafsir. Mungkin dengan adanya UN, manajemen mutu pendidikan bisa dilakukan secara komprehensif. Sebenarnya UN dilaksanakan atas dasar standar kompetensi. Oleh sebab itu, yang harus dilakukan saat ini adalah meningkatkan mutu pendidikan siswa. Dengan terselenggarnya UN menjadikan siswa yang pintar akan semakin terlihat pintar, sedangkan yang kurang pandai akan terpacu untuk terus belajar sehingga menjadi pandai.
Penilaian akan UN terbukti telah menurunkan angka perkelahian pelajar antarsekolah dan merupakan bagian dari pembelajaran seumur hidup. Indonesia juga menempati urutan pertama dalam tes Programe International Student Assesment (PISA) yang diikuti oleh 30 negara di dunia. Materi tes PISA setara sulitnya dengan materi UN yang dilaksanakan di negara-negara maju. Itu artinya mutu pendidikan di Indonesia setara dengan negara maju.
Untuk daerah yang tingkat ketidaklulusan UN-nya tinggi, pemerintah pusat mengalokasikan anggaran pendidikan yang lebih besar. Namun pemerintah daerah (pemda) setempat juga wajib mengalokasikan anggaran pendidikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). 
UN sebagai penentu kelulusan? Eem menurut saya penentu kelulusan adalah guru di sekolah yang terikat pada peraturan perundang-undangan, sehingga kalau guru melanggarnya dapat diberi sanksi.
Kejujuran Guru Menjadi Kunci Utama
Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) mengemukakan, kunci keberhasilan menghadapi UN adalah kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik di dalam kelas, di laboratorium, bengkel maupun di luar kelas. Tantangan lain yang penting adalah kejujuran dan objektivitas ketika melaksanakan penilaian UN. Jadi, UN merupakan tantangan bagi peserta didik, pendidik, sekolah, orang tua dan dinas pendidikan.
Well, Pemerintah sudah menetapkan UN, untuk itu kita sebagai warga negara yang patuh akan hukum harus mengikuti apa kata pemerintah, toh itu semua juga demi kebaikan bangsa kita juga untuk menjadi bangsa yang cerdas di mata dunia. Kill the monster UN. Now let's start from the study.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar